Selamat Datang

Aku berharap bebas menceritakan segala cerita untuk ku persis seperti saat mata ku memandang dunia

Metarmorfosa, anekdot, paradoks campur-campur

 

Sebuah cerita pertumbuhan menarik dari seorang manusia yang bermetafora seperti kupu-kupu ; setiap orang akan mengalami masanya. Berbeda ceritanya ada yang begini, ada yang begitu, tetapi yang pasti dan saling menguatkan atas dasar paradoks kesamaan yaitu kita akan menemui ajalnya.

Ada yang sampai tahapan lanjut usia, paruh baya seperti bapak muda, ada yang masih muda belia, bahkan kanak-kanak.

Pandangilah wajahmu di cermin, kenang apa yang telah terjadi, sehingga membentuk diri mu yang sekarang. Ada yang merasa berat pada sisi pihak lain itu keringanan, dan ada yang sebaliknya. Hidup cuma sebuah cerita drama, kita harus berimprovisasi didalamnya. Bukan sekedar mengisi waktu, sibuk dengan tubuh, mencari uang, dan selanjut-nya, lalu selanjutnya.

Tulisan ini sok dewasa, sebab hanya berkisar dari sebuah perjuangan seorang biasa yang masih biasa, belum terbiasa atas sesuatu campur-campur yang menimbulkan keabstrakan belaka. Aku yang dalam pada kali ini menulis hanya karena sedang melalui fase tengah dari gambar manuisa, namun masih bingung memikirkan idealnya seperti apa. Sebab yang terjadi sekarang ini ada sebuah latihan keras untuk membuat diriku terbiasa untuk tidak sama dengan dunia. Introvert, atau ekstrovert apalah itu ? Aku punya keduanya. Dan topengku tidak pernah bisa tersingkap sebab aku pun sering konyol, dan kadang tampil mengerikan seperti batang pohon hitam ditengah hutan yang berumur ratusan tahun dan tak tergoyahkan.

Lucu, ayo kita beradu cerita tentang cerita sedih yang sudah sembuh namun dapat kubuat cerita bodoh yang bisa membuat tertawa. Contohnya lapar. Apa arti lapar bagiku ? Itu adalah sebuah perasaan lidah bercampur air liur ditelan dengan air tawar, sambil memikirkan sebuah sedap-sedapan wewangian aroma yang terhirup, dan dibayangkan sedang dikecap nikmat berbarengan. Lalu coba kita tanya sama anaknya Sultan "Apa arti lapar baginya ?" itu adalah saat dimana hanya ada sekedar hidangan membosankan, dan harus menunda perut terisi, sebab ingin mencari sesuatu yang menggairahkan. Oh, Sultan, dan kau para bangsawan, juga para pengawainya, serta orang kepercayaannya ; apakah lapar adalah sebuah puasa menahan sebentar, lalu nanti terhidang hidangan yang bisa disantap membabi buta ? Itukah lapar. Coba tanya lapar sama mereka yang menyimpan kuah kaldu pagi buat santapan makan malam bersama garam dan wine putih tak beralkohol dengan lilin ganti lampu temaram.

Yah, aku dan kau berbeda bercampur-campur namun ujungnya sama. Kita hanya hidup sebagaimana kita. Menerobos jenjang hanya akan menghadapi tantangan yang serupa tapi tak sama. Jadi aku sekarang hanya ingin memodifikasi diri dengan hikmat bahwa dalam segala hal kita penumpang bumi harus menyiasati diri bisa hidup dengan cara tenang, meski keadaan kapal sedang goncang. Mereka yang diatas khawatir jatuh, sehingga ingin  melindungi diri dari kekacauan, sedang yang dibawah sedang membenahi akal-akalan dari para petinggi yang ingin kita menopang mereka sampai mati. Maksudnya semakin kita disini, tidak terusik akan gairah terlalu menggebu-gebu itulah energi terawet yang akan bertahan sampai kita berakhir di bumi. Dari pada maksa kanan - maksa kiri tetapi bila gagal hancur sama sekali.

Aku sudah memakai cara itu, dan berhasil. Namun satu hal yang belum adalah cara membenahi diri untuk dilatih lebih lagi untuk menuruti kehendak ilahi. Sebab goncangan kemudaan itu ingin meraih batasan-batasan imajinasi. Padahal itu sudah pasti hanya akan membawa kita pada sebuah pengingkaran janji. Aturan dilanggar, ketetapan diterobos, pemaksaan kehendak berubah jadi tipu muslihat untuk mendapatkan yang telah lolos untuk didapat. Jadi hai kamu yang sedang memasuki masa tengah manusia saat ini, haruslah dispilin untuk membatasi diri maskdunya merah ya merah, putih ya putih. Jangan pilih yang jahat, tetapi lakkukan yang baik. Kalau mau dekat dengan mamon untuk membohongi keinginan diri, jangan terjebak mau kalah. Kita harus menang, dari situlah kita akan berkuasa, dan menjadi raja. Setidaknya terhadap diri sendiri yang dikuasakan oleh Tuhan semesta Alam raya. 


Metarmorfosa, anekdot, paradoks campur-campur Metarmorfosa, anekdot, paradoks campur-campur Reviewed by Alfiyanto.J.S on 10:19 PM Rating: 5

No comments: