Dalam lelah menata kehidupan, kita perlu mencari terang. Tak usah terang benderang, tetapi secuil titik itu mesti dikejar, agar merasa bangga dalam menjalani kehidupan. Seperti seorang anak perempuan mengumpulkan uang untuk membeli permen, atau seperti seorang anak laki-laki yang mengumpulkan duit jajan untuk membeli mainan. Semua anak yang masih kecil itu sederhana, tetapi rasa bahagianya luar biasa, tidak seperti kita sudah salah memilih cara hidup untuk mencapai bahagia kehidupan, malah terus jatuh kedalam pelubang yang sama.
Berat bertumbuh dewasa tanpa tujuan arah yang jelas untuk mencari perasaan bangga, sebab hidup penuh tuntutan, perasaan stres, dan tekanan.
Aku sendiri berusaha untuk terus mengulang, meski selalu yang salah kembali terulang, tetapi kali ini aku percaya aku pasti menang, sebab aku tak mengejar sesuatu yang begitu besar didalam kehidupan, hanya setia mengejar yang titik terang untuk merasa bangga bahwa aku bisa meraih sesuatu yang bagiku adalah sebuah kehidupan. Itulah aku yang tak perduli mengulang masa rasa perasaan sewaktu aku kecil bahagia ingin pulang sebab ingin bermain dengan mainan yang aku baru beli sendiri pakai jajan. Sebab aku ingat, rasa itu adalah rasa aku mengingat bahwa terang adalah sebuah tahapan keberhasilan dalam proses kehidupan yang perlu dirayakan dengan kebahagian hari lepas harinya.
Sebab apalah artinya terang bila kita taruh dibawa gantang, sehingga ruangan gelap tidak diterangi oleh cahaya untuk mengisi waktu, agar tidak sia-sia terbuang. Aku perlu belajar lagi untuk tersenyum, berbaikan, lupa pertengkaran, tidak ingin lama-lama dalam perbantahan, selalu bersemangat jalani kehidupan, selalu ramah pada orang, memang polos belum tercemar, aku ingin seperti kanak-kanak dari sekarang. Tetapi kanak-kanak yang mengangkat semangat orang, yang membantu naik derajat orang, yang menyemangati mereka yang sudah lelah dalam menjalani beratnya mencari uang, yang memberikan sesuatu hadiah kecil untuk membuat bahagia bagi mereka yang lupa senang. Ya, aku berharap aku kanak-kanak itu, dan aku berharap kekuatan untuk mempertahankan itu dari kedewasaan berpikir yang timbul sebab aku tahu ada batasan waktu pada saat sebelum aku dipanggil pulang.
Tuhan maafkan aku yang berpikir aku kekasih Mu, padahal aku jadi Sahabat Mu pun tak bergaul karib, dan mengerti semua yang mau kita jalani bersama dalam melintasi waktu.
Tuhan maakan aku yang berpikir aku adalah Sahabat Mu, padahal bila aku dianggap sebagai teman Mu, tetapi aku tidak membantu Mu melawan musuh-musuh Mu yang mendakwa, dan mempersalahkan keputusan Mu yang adil itu.
Tuhan maafkan aku yang aku berpikir aku adalah Teman Mu, padahal meski aku dianggap anak Mu ya Tuan ku Raja, aku aku tidak setia menjalani cara hidup yang kau ajarkan bagiku.
Tuhan maafkan aku yang berpikir aku adalah anak Mu, tetapi meski darah Mu mengalir didalam ku, sekalipun aku kau anggap anak angkat sekalipun, tetapi aku masih tak mengenal bagaimana menjadi seperti mu. Meski sudah aku belajar dari mu, tetapi kedegilan menyelubungi kepalaku.
Tuhan maakan aku yang berpikir aku adalah anak angkat Mu, padalah bila aku dianggap menjadi hamba pun, aku tidak setia melayani Mu. Tidak mempersiapkan diri untuk menyenangkan hati Mu.
Tuhan maakan aku yang berpikir aku hamba Mu, padahal bila aku dianggap menjadi domba gembalaan Mu pun, aku sering lepas, lolos terjerat, dan tidak mendengarkan suara Mu.
Tuhan sungguh maafkan aku... TT... Lebih dari pada itu, Engkau selalu menerima ku, dan itu membuat hati ku pelu, sesak tangis, tetapi aku bahagia. Terima kasih bahwa Engkau telah menyatakan kasih Mu kepada kami-kami yang kecil lemah, dan kawanan yang sedikit ini. Terima kasih Tuhan Yesus. Terima kasih.

No comments: