Hampir berganti hari saat aku memulai menulis ini. Disini aku lepas menari dengan jemari bahwa aku menuliskan diary sebuah rangkaian hitam ingat-ingatan untuk masa depan. Pada satu titik waktu, sebelum dimulainya tulisan ini, ada sebuah kebiasaan lama terjadi, namun kali ini aku tersentuh didalam hati bahwa terdapat pilihan hidup kuingat saat Musa berkata didepan bangsa Israel secara jasmaniah untuk memilih dihadapannya sebuah pilihan berkat, dan kutuk.
Sebuah kenyataan yang harus dipilih antara hitam, dan putih,
atau yang lebih tepatnya jalan hidup penuh kelimpahan atau kesusahan. Aku mengingat kondisi yang akan sangat mudah kutangisi, sebuah cerita sederhana yang mana terikat pada sebuah bisikan-bisikan penghakiman dan tuduhan dari dalam diri sendiri. Meski beriman, terkadang ada kalanya saat letih, saat kesusahan, saat ketakutan akan masa depan, atau kekhawatiran hari-hari yang penuh ketidakpastian, atau hal lainnya, ditambah rasa yang terkandung dalam hati lainnya ; itulah yang menjadi penyebabnya sebuah hitam mulai membuat awan mendung kelam, dan akhirnya tibalah kembali air keruh memenuhi kolam hati menjadi hitam.
Teringat aku yang dulu, yang masih lugu, kecil imut, sedikit bodoh, gampang ditipu ; namun terdapat sebuah kenangan nyata tentang keimanan doa yang terwujud saat aku berseru pada Nya kehadapan Tuhan didalam nama Anaknya ; ya itu terwujud. Seperti Elia yang disebut dalam Firman Nya manusia biasa, namun bisa menunda hujan, dan mendatangkan hujannya saat dia berseru pada Dia yang berkenan mendengar permohonan doanya ; seperti itulah hidupku pernah nyata berdoa, dan terwujud sesuai apa yang ku minta.
Ya, ku pernah mendengar doa orang benar memang besar kuasanya, dan aku sekarang jauh dari pada poros cahaya terannya sedang merasakan bahwa doa adalah keharusan saja, tetapi kuat kuasanya tidaklah seinstan saat aku masih putih belum menjadi biru. Kali ini aku sudah tahu kemana arah langkahku. Aku hendak mengambil singgasana sebagai anak Tuhan yang kekasih seperti dahulu, biar hadiratNya melimpah-limpah dalam ku, dan ada aura cahaya perlindungan yang akan membuat aku indah sebagaimana Ia pemberi cahaya itu jauh lebih Indah dari gambaran apa yang pernah dibilang dapat membuat kamu-kamu (*padahal hanya aku) senang.
Terakhir rangkaian cerita dari hitam ini aku sudahi, dan dalam hati aku teriakan nama Tuhan ku setiap kali aku ingin ditarik kembali kepada lingkaran lama yang sudah ku sudahi. Sebab inilah waktunya, sebab aku sedang dalam dasar-dasarnya, kemana aku bisa berharap kalau tidak aku diberikan kuasa oleh Tuhan ku untuk menjadi seorang yang dipercayanya untuk menjadi pemberi, atau penerima, atau penghakim atas kata-kata yang keluar dari mulut ku nanti setelah Tuhan menarima aku dalam kondisi sebagai pendoa yang dikasihi. Ya, aku mau itu... Sangat mau itu, dan tidak mau lain selain itu, sebab aku lelah dalam keadaan ini melulu. Dan rasa hati ku sedang membakar lembut menghangatkan hati ku, sehingga bukan hal ini seperti dahulu, sebab Tenanglah kini hati ku, sebab ternyata Tuhan yang memimpin langkahku.
Terima kasih Yesus Kristus Tuhan dan Juruslamatku, benteng teguh, dan gunung batu perlindungaku. Terpujilah nama Mu hari ini, kekal, dan sampai selama-lamanya. Amin, Amin, Amin.
The last dance of long story of the black, and the breaktrhough to be faithful
Reviewed by Alfiyanto.J.S
on
12:18 AM
Rating:
Reviewed by Alfiyanto.J.S
on
12:18 AM
Rating:

No comments: