Dibasuh, lalu tunduk ku pada Dia yang mengurapi yang dikasihi Nya

Dalam bangun, dan tidur ku. Dia yang Kuasa, berserta para bintang-bintangnya tetap memandangi aku. Dalam keimanan yang tak pantas, bahkan Tuan Daud dikasihi meski tak elok tapi tetap diurapi Nya. 

Lalu ku pandang dia dalam cermin gambaran diri, yang mungkin kalau bertangisan sambil menulis ini pun masih jauh dari para yang ku kagumi dalam rutinitas bacaan yang terus mengilhami hidup ini. Bukan berarti aku ini tak pantas kan, atau tidak dilayakan ? Itu hanya karena sulunglah, dan 

keadaan membuatku memikul semua dengan cara yang paling susah, agar aku boleh semakin dilayakan untuk datang mendekat, terus lebih akrab, dan akhirnya aku didekapNya. Tutur kata, curahan tetesan air mata bukanlah cara untuk kita jalan mengasihani, dan malah mengurung batasan mimpi. Kali ini pada waktu yang aku rasa sudah saatnya untuk berterima kasih pada Dia yang aku imani bahwa Dia telah datang disaat-saat yang paling genting dalam hidup sekarang bukan lalu, apa nanti. 

Dari kepala turun ke pipi, tercurah ke leher, dan turun ke tubuh, sampai ke kaki, aku berseru mengucapkan syukur atas curahan yang telah Engkau beri. Meski aku tak layak menurut bumi, tapi Engkau mau datang sendiri untuk datang memberi sesuatu yang bahkan dalam sebuah kondisi terkini ditulis ini ; aku sangat remuk, redam, tapi Firman Mu menguatkan aku yang kecil lemah ini. 

Sekarang setelah semua prosesi, perjamuan, dan roti ; aku mohon titipkan Roh Mu yang selalu menghibur, menyertai, dan menguatkan keutuhan diri milik Mu yang kekasih, agar aku siap melawan gelap, tipu si jahat, dan keburukan yang selalu mengintai dalam hidup diri ku yang telah Engkau urapi.

Terima kasih Yesus, Tuhanku. Kedalam tangan Mu, keserahkan tubuh, roh, dan jiwa raga ku ini.