Selamat Datang

Aku berharap bebas menceritakan segala cerita untuk ku persis seperti saat mata ku memandang dunia

Baru dan baru terlalu biasa merasa baru, padahal baru berapa jam lalu, aku sekarang tahu bahwa hidup berhenti dari rasa ingin diriku, abu, kamu, biru, tenggelam senja mu

Tak tahu arti apa yang baru, aku akhirnya kembali tak merasa berharga sesuatu yang aku terima, sebab belum juga aku menapaki langkah perjuangan dalam perubahan melawan resah lelah ku dari bertahun-tahun panjang rentang nafas yang terkadung dalam tubuh yang akan hendak menyusuri proses daging menjadi abu, namun aku kembali mengubur aku.

Disini aku tulis dalam rangka hari yang baru aku lewati, namun berjarak hanya singkat bagai kilat menyambar dari ujung langit, lalu sekali lagi mengulangi sengat kebodohan ku. 

Dalam rasa ingin aku akan yang ku mau, yaitu kehendak ku yang aku maunya begini, namun aku rasa itu gak mungkin sebab itu tak bisa aku kendalikan sebab itu kamu, dari terbit sekarang sampai sudah usai tenggelam pada senja nan kelabu, maka sekarang aku ingin melakukan upacara pemakaman itu.

Dari lahir sampai besar dalam gengaman yang masih terselubung menyiksaku, dalam harapan aku mencapai asa yang akhirnya tak jua terwujud, sebab ada yang terus menjegal lari kepada Mu. Aku jatuh bangun ingin mengharapkan Dikau menyelesaikan masalah yang berlarut-larut membuat aku berhenti jadi badut penipu.

Tuhan sebelum ini aku bercerita tentang air mata, mata air, dan air pembasuhan jiwa ku. Dan aku sudah menulis, berarti aku, dan lidahku petah sekali berkata seenak-enaknya jidat ku. Bermohon-mohon pun, malah tak berbelas kasihan sama sekali aku terhadap aku, seolah-olah wajib kamu adalah menjadi hak ku, dan rasa ingin itu harus segera terwujud padahal aku ini lebih layak dibaringkan hidup-hidup pada kubur bekas yang sudah terisi jasad dari abu terurai oleh karena tanah mengurai atas perintah panggilan jiwa yang harus pulang dari kehendak Mu.
 

Rasa ingin memaki diri, tapi aku menahan itu. Rasa ingin memukul diri, tapi lebam biru tak juga menyadarkan aku. Rasa ingin aku menggantung daging ini, tapi nafas bukanlah hak ku. Rasa ingin menusuk jantung ku, tapi kewajiban detaknya adalah hak Mu. Rasa ingin mencekik diri ini, tapi aku udara yang masuk adalah bagian nafas wajib yang aku jalani. Semua yang pada ku, rasa ku benci. Tetapi aku punya satu alasan hidup dalam kegundahan ini, yaitu cinta pada Mu yang masih saja mau datang, meski aku sudah hancur mendengki.

Apakah aku masih layak untuk esok hari ? Bila aku masih bisa menahan diri, maka aku akan hidup berusaha lagi. Bila aku masih sadar akan luka yang telah sembuh adalah hasil dari penyembuhan ilahi, baiklah aku akan menjalani waktu ini. Bila udara untuk bernafas masih masuk ke paru-paru, dan bisa keluar kembali, oleh karena itulah aku akan bersyukur berulang kali.

Selepas ini, harus ada baru yang benar baru, meski bukan baru, aku mau buat yang belum pernah dicoba dalam proses hidup akhir menjadi baru. Dan yang aku tahu, sekarang aku mau adalah berdamai dengan aku, dan inilah kalimat-kalimat akhir bagi ku. "Hai, alfi... Hidup adalah kewajiban kerja untuk mengisi hidup bukan berdasarkan kehendak mu, namun kehendak yang kau yakini bahwa itu mendamaikan hati mu. Dan coba jujur dalam hati mu, apakah benar Tuhan Yesus adalah jalan hidup mu ? Jika iya, maka ikutlah aturan yang sesuai dengan itu, namun jika TIDAK, hiduplah hina diluar ketidakonsistenan mu yang hina bagai kehinaan BABI dikobangan mu, dan ANJING yang balik pada mutahannya selalu".

Tuhan, ampuni aku... kasihanilah aku... Dan rangkulah aku untuk lebih dekat lagi pada Mu.


Baru dan baru terlalu biasa merasa baru, padahal baru berapa jam lalu, aku sekarang tahu bahwa hidup berhenti dari rasa ingin diriku, abu, kamu, biru, tenggelam senja mu Baru dan baru terlalu biasa merasa baru, padahal baru berapa jam lalu, aku sekarang tahu bahwa hidup berhenti dari rasa ingin diriku, abu, kamu, biru, tenggelam senja mu Reviewed by Alfiyanto.J.S on 6:54 PM Rating: 5

No comments: